BAB IX PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Pengorganisasian

Pasal 33
(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.

(2) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

Pasal 34
(1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.

(2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.

(3) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.

Pasal 35
Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua
Pengelolaan Klinik

Pasal 36
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik.

Pasal 37
(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.

(2) Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 39
(1) Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit harus dilakukan audit.

(2) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa audit kinerja dan audit medis.

(3) Audit kinerja dan audit medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara internal dan eksternal.

(4) Audit kinerja eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh tenaga pengawas.

(5) Pelaksanaan audit medis berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.


Bagian Ketiga
Akreditasi

Pasal 40
(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.

(3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Jejaring dan Sistem Rujukan

Pasal 41
(1) Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.

(2) Jejaring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi informasi, sarana prasarana, pelayanan, rujukan, penyediaan alat, dan pendidikan tenaga.

Pasal 42
(1) Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan.

(2) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Keselamatan Pasien

Pasal 43
(1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.

(2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri.

(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keenam
Perlindungan Hukum Rumah Sakit

Pasal 44
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.

(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.

(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.

Pasal 45
(1) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

(2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

Bagian Ketujuh
Tanggung jawab Hukum

Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

Bagian Kedelapan
Bentuk

Pasal 47
(1) Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit bergerak, dan Rumah Sakit lapangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Kembali ke AWAL